Minggu, 29 Maret 2009

Ditemukan Sebuah Planet Mirip Bumi

Willemien Groot

12893351.jpgBeberapa orang astronom menemukan suatu planet di luar sistem tata-surya kita, yang keadaannya mirip planet bumi. Menurut ketua tim peneliti Eropa, temperatur udara benda angkasa yang disebut exoplanet ini, antara nol hingga 40 derajat Celcius. Dengan demikian, pada permukaan planet tersebut, mungkin ada benda cair, salahsatu persyaratan bagi kemungkinan adanya makhluk hidup.

Penemuan pertama
Planet berair ini ditemukan beberapa orang ilmuwan Eropa, pada Observatorium Jenewa, di Swiss. Berat planet ini lima kali berat bumi. Dan besarnya, satu setengah kali besar bumi. Planet ini berputar mengelilingi sebuah bintang merah mini, Gliese 581, di gugus bintang Libra, pada jarak sekitar 20 tahun cahaya dari bumi. Menurut ukuran jarak ruang angkasa, ini terbilang dekat. Ini merupakan kali pertama, penemuan suatu planet di luar sistem tata surya kita, dengan keadaan yang memungkinkan adanya suatu kehidupan. Suatu penemuan menegangkan, kata Profesor Daphne Stam, peneliti planet, pada Yayasan Penelitian Ruang Angkasa Nederland, SRON.

Daphne Stam: "Ya, memang sangat menarik. Semua orang sudah memperkirakan bahwa planet seperti itu memang pasti ada. Tapi hingga sekarang, belum pernah ditemukan. Ini penemuan pertama, yang menunjukkan adanya temperatur yang cocok, bagi kemungkinan adanya air di permukaan".

Foto: Planeetonderzoeker prof. Daphne Stam van SRON

Prof. Daphne Stam

Mengandung air
Bintang merah mini, yang lebih dingin dari matahari kita, merupakan pusat suatu tatanan yang terdiri dari beberapa planet. Pada 2005, beberapa peneliti telah menemukan suatu planet gas raksasa pada gugus Gliese 581. Mungkin tatanan ini masih memilik satu planet gas lain. Berkat rendahnya temperatur bintang mini tersebut, keadaan di sekitarnya cukup nyaman. Menurut Stéphane Udry, seorang peneliti Swiss yang menjadi ketua tim, temperatur planet bentukan gas yang berputar pada porosnya ini, berkisar antara nol dan 40 derajat Celcius. Temperatur seperti yang kita kenal di bumi ini memungkinkan hadirnya air. Dan air memungkinkan adanya kehidupan. Padahal, planet berbatu-batu ini dekat dengan bintang. Planet ini berputar mengelilingi bintang mini, setiap 13 hari. Bilangan hari bumi.

Planet mengandung air ini ditemukan berkat teleskop besar milik European Southern Observatory (ESO) di Chili. Melalui teleskop ini berbagai perubahan di bintang mini tersebut bisa diikuti. Dan selanjutnya, bisa ditunjukkan keberadaan planet tersebut. Para peneliti belum bisa memastikan adanya kehidupan di planet tersebut. Letak planet ini sedemikian jauh, sehingga dengan teleskop paling modern pun, tidak akan kelihatan. Pengetahuan tentang planet berbatu-batu ini, berdasarkan berbagai perhitungan, jelas peneliti planet Daphne Stam.

Planet-planet lain
Daphne Stam: "Kita bisa memperhitungkan temperatur di planet tersebut, dengan memperhatikan jarak planet dan bintangnya. Jika kita mengetahui kekuatan pancaran cahaya dan panas bintang tersebut, kita bisa memperhitungkan panas planet yang bersangkutan. Demikianlah cara mereka memperhitungkan kemungkinan adanya air di permukaan planet tersebut".

Sebelum penemuan terbaru ini, peneliti-peneliti lain juga telah menemukan beberapa planet di luar sistem tata surya kita. Memang, benda angkasa yang disebut exoplanet menjadi sasaran favorit penelitian. Dengan harapan, akan menemukan kehidupan lain di ruang angkasa. Pada tahun 1995, seorang peneliti Swiss lain, Michel Mayor, menemukan planet pertama, di gugus bintang Pegasus. Hingga sekarang, telah ditemukan sekitar 200 exoplanet. Namun semuanya dengan temperatur, kalau tidak terlalu panas, ya terlalu dingin.

Foto: De ESO-telescoop in Chili

ESO-teleskop di Chili

Corot
Akhir tahun lalu, Organisasi Ruang Angkasa Eropa, ESA, meluncurkan teleskop ruang angkasa buatan Prancis, Corot. Suatu langkah baru, dalam perburuan mahluk ruang angkasa. Corot terutama diarahkan pada Bimasakti dan gugus bintang Orion. Selanjutnya, Organisasi Ruang Angkasa Amerika, NASA dan Organisasi Ruang Angkasa Eropa, ESA, sedang membangun dua teleskop ruang angkasa besar, yang akan mencari kehidupan di berbagai exoplanet. Sphere, teleskop milik Amerika, akan diluncurkan pada tahun 2010. Sedang Darwin, teleskop milik Eropa, akan diluncurkan pada tahun 2020. Orang banyak menaruh harapan pada teleskop Darwin, kata Daphne Stam, dari Yayasan Penelitian Ruang Angkasa Nederland, SRON.

Daphne Stam: "Suatu contoh teleskop ruang angkasa yang direncanakan akan diluncurkan adalah 'Darwin'. Teleskop yang dibangun oleh Organisasi Ruang Angkasa Eropa, ESA. Yang mungkin akan diluncurkan pada tahun 2018. Dan teleskop ini benar-benar akan bisa melihat planet tersebut, dan mengukur cahaya pada planet tersebut".

Para astronom berharap, teleskop ruang angkasa Darwin, akan mampu mengungkap lebih banyak keadaan di planet berair, di gugus bintang Libra.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar